Loading

May 2, 2012

Cara Budidaya Tebu Lengkap


Teknik Budidaya Tebu
1.   Syarat Tumbuh Tebu (Saccarum officinarum)
Tebu termasuk jenis tanaman rumput yang kokoh dan kuat. Adapun syarat-syarat tumbuh tanaman tebu adalah:
·        Tumbuh di daerah dataran rendah yang kering. Iklim panas yang lembab dengan suhu antara 25ºC-28ºC
·        Curah hujan kurang dari 100 mm/tahun
·        Tanah tidak terlalu masam, pH diatas 6,4. Ketinggian kurang dari 500 m dpl.
Agar tanaman tebu mengandung kadar gula yang tinggi, harus diperhatikan musim tanamnya. Pada waktu masih muda tanaman tebu memerlukan banyak air dan ketika mulai tua memerlukan musim kemarau yang panjang. Daerah penghasil tebu terutama di Jawa, Sumatera Selatan, Sumateran Barat, Lampung dan Nusa Tenggara.


2.   Persiapan Bibit
Bibit yang akan ditanam terdiri dari beberapa jenis, diantaranya bibit pucuk, bibit batang muda, bibit rayungan dan bibit siwilan.
a.  Bibit pucuk Bibit diambil dari bagian pucuk tebu yang akan digiling berumur 12 bulan. Jumlah mata (bakal tunas baru) yang diambil 2-3 sepanjang 20 cm. Daun kering yang membungkus batang tidak dibuang agar melindungi mata tebu. Biaya bibit lebih murah karena tidak memerlukan pembibitan, bibit mudah diangkut karena tidak mudah rusak, pertumbuhan bibit pucuk tidak memerlukan banyak air. Penggunaan bibit pucuk hanya dapat dilakukan jika kebun telah berporduksi.
b.  Bibit batang muda Dikenal pula dengan nama bibit mentah / bibit krecekan. Berasal dari tanaman berumur 5-7 bulan. Seluruh batang tebu dapat diambil dan dijadikan 3 stek. Setiap stek terdiri atas 2-3 mata tunas. Untuk mendapatkan bibit, tanaman dipotong, daun pembungkus batang tidak dibuang. Setiap hektar tanaman kebun bibit bagal dapat menghasilkan bibit untuk keperluan 10 hektar.
c.   Bibit rayungan (1 atau 2 tunas). Bibit diambil dari tanaman tebu khusus untuk pembibitan berupa stek yang tumbuh tunasnya tetapi akar belum keluar.  Bibit ini dibuat dengan cara:
§  Melepas daun-daun agar pertumbuhan mata tunas tidak terhambat.
§  Batang tanaman tebu dipangkas 1 bulan sebelum bibit rayungan dipakai.
§  Tanaman tebu dipupuk sebanyak 50 kg/ha Bibit ini memerlukan banyak air dan pertumbuhannya lebih cepat daripada bibit bagal. 1 hektar tanaman kebun bibit rayungan dapat menghasilkan bibit untuk 10 hektar areal tebu. Kelemahan bibit rayungan adalah tunas sering rusak pada waktu pengangkutan dan tidak dapat disimpan lama seperti halnya bibit bagal.
§  Bibit siwilan. Bibit ini diambil dari tunas-tunas baru dari tanaman yang pucuknya sudah mati. Perawatan bibit siwilan sama dengan bibit rayungan.
§  Penentuan Komposisi Bibit secara Umum dikaitkan dengan Tingkat Kemasakannya, Masa Tanam, Iklim, Kondisi Lahan serta Lamanya Musim Giling. Bibit-bibit yang ditanam diharapkan mempunyai kriteria :
-       Mempunyai Potensi Kwintal Tebu dan Rendemen tinggi.
-       Mempunyai Tingkat Kemurnian tinggi ( > 90 % ).
-       Bebas dari Hama dan Penyakit.
-       Mempunyai Daya Kecambah tinggi.
-       Tahan terhadap kekeringan dan tidak mudah roboh.
Pada kondisi fisik lingkungan yang ada, yaitu pada areal lahan kering atau tegalan, maka agar dapat dicapai produksi yang tinggi diperlukan bibit tebu dengan varietas tebu yang sesuai dengan kondisi lahan kering. Varietas untuk lahan kering harus memiliki sifat-sifat tertentu, antara lain: 
·         Mempunyai daya tahan kekeringan
·         Mudah berkecambah, cepat beranak dan bertunas banyak.
·         Mempunyai daya tahan kepras yang baik.
·         Rendemen tinggi
·         Mudah diklentek
·         Tahan roboh
Adapun varietas-varietas unggul untuk tebu lahan kering atau tegalan berdasarkan hasil penelitian yang dikeluarkan oleh P3GI (1990) diantaranya, adalah (PS 77-1381, PS 77-1553, PS 78-561, PS 79-1497, PS 80-1070). Untuk mengetahui varietas yang paling cocok untuk dikembangkan di suatu daerah, dapat dilakukan dengan mengadakan percobaan adaptasi tanaman terlebih dahulu.
Sedangkan untuk pengadaan bibit tebu dilakukan melalui tahapan penjenjangan kebun pembibitan, mulai dari Kebun Bibit Pokok (KBP), Kebun Bibit Nenek (KBN), Kebun Bibit Induk (KBI) hingga Kebun Bibit Datar (KBD) sebagai sumber bibit bagi pertanaman atau Kebun Tebu Giling (KTG).
3.   Persiapan Lahan
Persiapan lahan merupakan kegiatan untuk mempersiapkan tanah tempat tumbuh tanaman tebu sehingga kondisi fisik dan kimia tanah sesuai dengan media perkembangan perakaran tanaman tebu. Kegiatan tersebut terdiri atas beberapa jenis yang dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan kronologis.
Pada prinsipnya, persiapan lahan untuk tanaman baru (PC) dan tanaman bongkaran baru (RPC) adalah sama tetapi untuk PC kegiatan persiapan lahan tidak dapat dilaksanakan secara intensif. Hal tersebut disebabkan oleh tata letak petak kebun, topografi maupun struktur tanah pada areal yang baru dibuka masih belum sempurna, sehingga kegiatan mesin/peralatan di lapang sering terganggu. Pada areal tersebut masih terdapat sisa-sisa batang/perakaran yang dapat mengganggu operasional mesin di lapang.  Petak dibuat dengan ukuran 200 m x 500 m (10 ha) yang dibatasi oleh jalan produksi dan jalan kebun.
Lahan yang bisa dikembangkan menjadi perkebunan tebu lahan kering berupa hutan primer dan sekunder, padang rumput atau padang alang-alang, semak belukar, lahan tegalan, sawah tadah hujan dan bekas perkebunan. Teknik pembukaan lahan maupun perlatan yang digunakan disesuaikan untuk masing-masing jenis lahan. Pada prinsipnya lapisan tanah bagian atas yang merupakan bagian tersubur harus dijaga agar jangan hilang tergusur atau terkikis oleh air hujan.
Karena kelangkaan tenaga kerja, sementara waktu tanam optimal pertanaman tebu di lahan kering adalah sempit, maka tenaga penarik untuk pengolahan tanah yang murah dan efektif adalah dengan menggunakan traktor. Tahap pertama pengolahan tanah menggunakan bajak untuk memotong dan membalik tanah, dan kemudian dilanjutkan dengan garu untuk menggemburkan tanah. Setelah tanah selesai diolah kemudian dibuat kairan (alur tanaman). Untuk mendapatkan hasil olahan tanah yang baik yaitu cukup dalam dan gembur, tanah harus dalam keadaan cukup air (tidak basah dan tidak terlalu kering).  Berdasarkan hal ini maka saat yang tepat untuk mengolah tanah adalah segera setelah musim hujan selesai atau awal musim kemarau.
Adapun tahapan kegiatan pengolahan tanah secara umum adalah sebagai berikut ;
a.    Pembajakan
Pembajakan atau pengolahan tanah dilaksanakan dengan 2 (dua) tahap kegiatan, yaitu ;
Pembajakan I
Bertujuan untuk membalik tanah serta memotong sisa – sisa kayu dan vegetasi awal yang masih tertinggal.  Peralatan yang digunakan adalah Rome Harrow 20 disc dengan diameter 31 inci yang ditarik dengan Bulldozer 155 HP. Awal kegiatan pembajakan dimulai dari sisi petak paling kiri, kedalaman olah mencapai 25 – 30 cm dan kapasitas kerja mencapai 0,8 jam/ha sehingga untuk satu petak kebun (±10ha) dibutuhkan waktu 8 jam kerja (mesin operasi).  Pembajakan dilakukan merata di seluruh areal dengan kedalaman diusahakan lebih dari 30 cm dan arah bajakan menyilang terhadap barisan tanaman tebu.
Pembajakan II
Dilaksanakan sekitar tiga minggu setelah pembajakan I dengan arah memotong tegak lurus hasil pembajakan I dan kedalaman olah minimal 25 cm. Peralatan yang digunakan adalah Disc Plow 3 – 4 disc diameter 28 inchi dan traktor 80 – 90 HP.
b.    Penggaruan
Penggaruan bertujuan untuk menghancurkan bongkahan – bongkahan tanah dan meratakan permukaan tanah. Penggaruan dilaksanakan merata pada seluruh areal dengan menggunakan alat Baldan Harrow yang ditarik oleh traktor 140 HP.
Pada areal RPC, tujuan penggaruan adalah untuk menghancurkan bongkahan – bongkahan tanah hasil pembajakan, mencacah dan mematikan tunggul maupun tunas tanaman tebu. Penggaruan dilakukan pada seluruh areal bajakan dan menyilang dengan arah bajakan. Traktor yang digunakan adalah traktor 120 HP dan alat Baldan Harrow dengan kapasitas kerja 1,15 Ha/jam.
c.    Pengumpulan Akar
Pengumpulan akar merupakan kegiatan pengumpulan sisa – sisa kayu yang terangkat akibat pembajakan I, II dan pembuatan alur tanam, dilaksanakan secara manual oleh tenaga kerja borongan. Akar maupun sisa – sisa kayu dikumpulkan dan ditumpuk dengan jarak 10 – 15 meter kemudian dibersihkan dari areal tersebut.
d.    Pembuatan Alur Tanam
Pembuatan alur tanam merupakan kegiatan untuk mempersiapkan tempat bibit tanaman tebu. Alur tanam dibuat menggunakan Wing Ridger dengan kedalaman lebih dari 30 cm dan jarak dari pusat ke pusat adalah 1,30 meter.
Pembuatan alur tanam dilaksanakan setelah pemancangan ajir. Traktor berjalan mengikuti arah ajir sehingga alur tanam dapat lurus atau melengkung mengikuti arah kontur.  Arah kairan harus sedikit menyilang dengan kemiringan tanah, memudahkan drainase petak dan memudahkan pada pelaksanaan transportasi tebu. Pada daerah miring, arah kairan ditentukan sesuai dengan arah kemiringan petak (kemiringan 2%), sedangkan pada lahan dengan kemiringan lebih dari 5% dibuat teras bangku (Contour Bank).  Kapasitas kerja adalah sekitar 1 ha/jam.
4.   Penanaman
Pada saat penanaman tebu, kondisi tanah yang dikehendaki lembab tapi tidak terlalu basah dan cuaca cerah. Untuk saat ini tanam tebu lahan kering yang paling tepat adalah masa pancaroba yakni akhir musim kemarau sampai awal musim hujan atau sebaliknya. Menurut Tonny Kuntohartono dkk. (1976).  Untuk daerah kering (tipe iklim C dan D Schimdt-Fergusson) saat tanam adalah antara pertengahan Oktober-Desember, sedang pada daerah basah (tipe iklim B) adalah awal musim kemarau.
Pada daerah dengan musim kemarau panjang (daerah kering) tebu ditanam sebagai bibit stek mata tiga dengan jumlah 8-9 mata tunas per meter juringan (15.000-20.000 stek per hektar) atau pada prinsipnya mengarah pada jumlah mata tumbuh 40.000-45.000 per hektar. Stek tebu diletakkan pada dasar juringan dengan jarak tanam 1,25-1,35 m. Pada daerah dengan musim kemarau pendek, digunakan stek 3 mata ditanam, bersentuh ujung (end to end) atau tumpang tindih (overlapped 20 percent) pada dasar juringan yang dangkal. Pada keadaan yang mendesak dan kekurangan tenaga dapat dipakai tebu lonjoran dengan 5-6 mata, dipotong menjadi dua.
Untuk menghindari penyulaman yang membutuhkan biaya besar, kebutuhan bibit yang akan ditanam adalah 11 mata tumbuh per meter juringan. Bibit ditanam dengan posisi mata disamping dan disusun secara end to end (nguntu walang).  Cara penanaman ini bervariasi menurut kondisi lahan dan ketersediaan bibit, perlu diketahui, pada umumnya kebutuhan air pada lahan kering tergantung pada turunnya hujan sehingga kemungkinan tunas mati akan besar.  Oleh karena itu, dengan over lapping atau double row, tunas yang hidup disebelahnya diharapkan dapat menggantikannya.
Pada prinsipnya persiapan bibit yang ditanam di areal lahan kering sama dengan yang ditanam di sawah. Namun karena kondisi yang terlalu kering kadang dipakai pula bagal mata empat. Waktu tanam tebu di lahan kering terdiri dari dua periode, yaitu.
Periode I
Menjelang musim kemarau (Mei – Agustus) pada daerah – daerah basah dengan 7 bulan basah dan daerah sedang yaitu 5 – 6 bulan basah, atau pada daerah yang memiliki tanah lembab. Namun dapat juga diberikan tambahan air untuk periode ini.
Periode II
Menjelang musim hujan (Oktober – November) pada daerah sedang dan kering yaitu 3 – 4 bulan basah.
Cara penanaman tebu bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut : bibit yang telah diangkut menggunakan keranjang diecer pada guludan agar mudah dalam mengambilnya, kemudian bibit ditanam merata pada juringan/kairan dan ditutup dengan tanah setebal bibit itu sendiri, untuk tanaman pertama pada lahan kering biasanya cenderung anakannya sedikit berkurang dibandingkan tanah sawah (reynoso), sehingga jumlah bibit tiap juringan diusahakan lebih apabila dibandingkan dengan lahan sawah (± 80 ku), dan apabila pada saat tanam curah hujan terlalu tinggi, diusahakan tanam dengan cara glatimong up (bibit sedikit terlihat).
Tabel IV-1.            Rencana Penanaman tanaman tebu
No
Tahun
Luas per
Tahapan
Luas Tanaman
Total per tahun
1
2011
2.200
2.200
2
2012
2.500
4.700
3
2013
2.700
7.400
4
2014
7.400
7.400
5
2015
7.400
7.400
6
2016
7.400
7.400
7
2017
7.400
7.400
8
2018
7.400
7.400
9
2019
7.400
7.400
10
2020
7.400
7.400
Dan Seterusnya.....

5.   Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman tebu dilahan kering hampir sama macamnya dengan tebu lahan sawah yaitu terdiri dari penyulaman, pemberian tanah, klentek, pemupukan, pemeliharaan saluran drainase dan penyiangan gulma. Pemeliharaan saluran drainase terutama perlu dilakukan selama musim hujan untuk menjaga kelancaran pengeluaran air yang berlebih.
§  Penyulaman
Penyulaman merupakan kegiatan penanaman untuk menggantikan bibit tebu yang tidak tumbuh, baik pada tanaman baru ataupun tanaman keprasan agar diperoleh populasi tebu yang optimal. Pelaksanaan penyulaman untuk bibit bagal dilakukan 2 minggu dan 4 minggu setelah tanam, sedangkan untuk bibit rayungan dilakukan 2 minggu setelah tanam.
Penyulaman dilaksanakan pada baris bagal 2 – 3 mata sebanyak dua potong dan diletakkan pada baris tanaman yang telah dilubangi sebelumnya. Apabila penyulaman tersebut gagal, penyulaman ulang harus segera dilaksanakan.
§  Pengendalian Gulma
Pada lahan kering gulma lebih beragam dan lebih berbahaya. Gulma – gulma dominan yang menjadi pesaing kuat yang berakibat merugikan terdiri atas gulma daun lebar dan merambat, gulma daun sempit dan teki-tekian. Gulma daun lebar dan merambat terdiri atas Cleome ginandra, Emilia sonchifolia, Boreria alata, Amaranthus dubius, Spigelia anthelmia, Commelina elegans, Mikania micrantha dan Momordica charantia. Gulma daun sempit tediri atas Digitaria ciliaris, Echinochloa colonum, Eleusine indica, Dactylocta aegyptium dan Brachiaria distachya sedangkan gulma golongan teki adalah Cyperus rotundus.
Dalam pelaksanaannya, pengendalian gulma dibagi menjadi pengendalian secara kimia, mekanis dan manual. Untuk sistem reynoso, pengendalian lebih dominan dilakukan secara manual. Sementara itu di lahan kering lebih umum pengendalian gulma secara kimia yang dibedakan menjadi tiga yaitu pre emergence (pra tumbuh), late pre emergence (awal tumbuh) dan post emergence (setelah tumbuh).  Adapun jenis herbisida dan dosis yang digunakan untuk penegendalian gulma disajikan pada Tabel IV.4.
Tabel IV-2.        Jenis dan Dosis Herbisida yang Digunakan
Waktu Aplikasi
Herbisida
Bahan Aktif
Dosis
Pre Emergence
Karmex
DMA
Diuron
2,4 – D Amin
2,50 kg/ha
1,50 kg/ha
Late Pre Emergence
Karmex
DMA
Amexon/Gesapax
Diuron
2,4 – D Amin
Ametrin
1,50 kg/ha
1,50 lt/ha
1,50 lt/ha
Post Emergence I
Amexon/Gesapax
DMA
Gramoxon
Sanvit
Ametrin
2,4 – D Amin
Paraguat
Surfaxtan
2,00 lt/ha
0,75 lt/ha
0,50 lt/ha
0,50 lt/ha
Post Emergence II
Gramoxon
Paraguat
2,50 lt/ha
Pengendalian gulma pra tumbuh (pre emergence) adalah pengendalian gulma yang dilakukan pada saat gulma dan tanaman tebu belum tumbuh. Dilaksanakan pada 3 – 5 hari setelah tanam. Aplikasi herbisida dilaksanakan dengan menggunakan Boom Sprayer yang mempunyai lebar kerja 12 meter   (8 baris) yang ditarik oleh traktor kecil 80 HP. Kecepatan kerja sekitar 1,52 km/jam.
Late pre emergence adalah pengendalian gulma yang dilakukan pada saat gulma sudah tumbuh dengan 2 – 3 daun dan tanaman tebu sudah berkecambah. Late pre emergence dilaksanakan karena terjadi keterlambatan aplikasi pre emergence, sedangkan post emergence dilaksanakan pada saat gulma sudah tumbuh dan biasanya dilaksanakan 1 – 2 kali. Post emergence diaplikasikan secara manual dengan hand sprayer/knapsack sprayer.
Pengendalian gulma secara mekanis dilakukan dengan menggunakan Tyne Cultivator dan Terra Tyne. Dilaksanakan pada saat pengemburan tanah. Pengendalian tersebut dilaksanakan pada saat tanaman berumur 45 hari setelah tanam.
Pengendalian gulma secara manual dilaksanakan oleh tenaga kerja dengan mempergunakan peralatan sederhana, dilaksanakan pada saat kondisi tanaman tebu masih dalam stadia peka terhadap herbisida, gulma didominasi oleh gulma merambat, populasi gulma hanya spot – spot, ketersediaan tenaga kerja yang cukup dan herbisida yang tidak tersedia di pasaran. Kapasitas kerja pengendalian gulma berbeda tergantung pada pengendalian gulma yang dilakukan.
Penyiangan gulma dikerjakan secara manual  tiga kali yakni pada umur 1,2 dan 3 bulan setelah tebu ditanam. Penggunaan herbisida sebagai pengganti  tenaga penyiang yang mulai sulit diperoleh, adalah dengan penyemprotan campuran-campuran herbisida emetryne + 2,4 D ; diuron + 2,4 D atau atrazine + 2,4 D.
§  Pembumbunan dan penggemburan
Pembumbunan bertujuan untuk menutup tanaman dan menguatkan batang sehingga pertumbuhan anakan dan pertumbuhan batang lebih kokoh. Di lahan sawah pembumbunan dilakukan tiga kali selama umur tanaman. Pelaksanaan pembumbunan dilakukan secara manual atau dengan semi mekanis.
Di lahan kering pembumbunan sekaligus dilakukan dengan penggemburan yang merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengendalikan gulma, menggemburkan dan meratakan tanah, memutuskan perakaran tebu khususnya tanaman tebu ratoon dan membantu aerasi pada daerah perakaran. Apabila drainase tanahnya jelek pemberian tanah untuk tebu lahan kering hanya dilakukan dua kali yaitu sebelum pemupukan kedua pada umur 1-1,5 bulan dan pada umur 2,5-3 bulan, atau dapat dilakukan sekali pada umur 2-3 bulan.
Penggemburan pada tanaman diperlukan peralatan terutama untuk mengendalikan gulma. Alat yang digunakan adalah Tyne Cultivator. Penggemburan dilaksanakan pada tanaman berumur 45 hari setelah tanam (sebelum pemupukan II) dengan kedalaman 20 cm dan hanya dilakukan satu kali dalam satu musim tanam.
Untuk tanaman ratoon diperlukan alat yang bisa membantu menggemburkan tanah dan mengendalikan gulma. Aplikasi dilaksanakan dua kali dalam satu musim tanam. Alat yang digunakan untuk aplikasi pertama adalah Terra Tyne dan yang kedua adalah Sub Tiller yang dilaksanakan setelah pemupukan II. Dengan Terra Tyne, kedalaman olah minimal 20 cm sedangkan dengan Sub Tiller kedalaman minimal 40 cm.
§  Klentek
Klentek adalah suatu kegiatan membuang daun tua pada tanaman tebu yang dilakukan secara manual. Tujuan klentek adalah untuk merangsang pertumbuhan batang, memperkeras kulit batang, mencegah tebu roboh, dan mencegah kebakaran. Kegiatan ini umum dilakukan pada sistem reynoso di Jawa. Untuk tebu lahan kering tidak dilakukan klentek. Untuk itu dalam salah satu seleksi varietas dicari yang daun keringnya lepas jika terkena angin. Sebagai konsekuensinya tebu lahan kering harus dibakar jika akan ditebang. Hal ini juga menjadi kriteria varietas tebu lahan kering, yaitu tahan bakar.
Klentek hanya dilakukan satu kali pada akhir musim hujan atau sekitar (2-3) bulan sebelum tebang.
§  Pengendalian hama dan penyakit
Pengendalian hama dan penyakit pada budidaya tanaman tebu bertujuan untuk mencegah semakin meluasnya serangan hama /penyakit pada areal perkebunan tebu. Hal ini sangat berkaitan erat dengan salah satu upaya peningkatan produktivitas tebu.  Beberapa hama yang umum menyerang antara lain: hama penggerek pucuk tebu (Triporyza vinella F), penggerek batang tebu (Chilo oirocilius dan Chilo sachariphagus), dan uret (Lepidieta stigma F).
Hama penggerek pucuk tebu (Triporyza vinella F) gejala; adanya lorong  gerekan pada ibu tulang daun, lorong gerekan yang lurus di bagian tengah pucuk tanaman sampai ruas muda di bawah titik tumbuh, titik tumbuh mati, daun muda menggulung dan mati. Setiap batang berisi satu ekor penggerek. Pencegahan; menggunakan bibit bebas penggerek, menanam varietas tahan, menjaga kebersihan dari tanaman glagah, pergiliran tanaman dengan padi/palawija. Pengendalian secara biologis dilakukan dengan pelepasan Trichogama sp. Dalam bentuk telur yang disebut pias. Pengendalian secara kimiawi dilakukan dengan pemberian 20 butir granular Furadan 3G/tanaman, aplikasi Furadan 3G pada tanah 25 kg/ha.
Penggerek batang tebu (Chilo supresalis dan Chilo sachariphagus) gejala bercak – bercak putih bekas gerekan pada daun kulit luar tidak tembus, lorong gerekan pada bagian dalam pelepah, lorong gerekan pada ruas-ruas, titik tumbuh mati sehingga daun muda layu dan mati. Satu batang biasanya lebih dari satu penggerek.
Untuk menghindari hama penggerek batang, harus dilakukan upaya-upaya pencegahan dan pengendalian, dengan cara;
Pencegahan: memilih bibit yang bebas penggerek, menanam varietas tahan, menjaga kebersihan kebun, dan pergiliran tanaman.
Pengendalian: pelepasan Trichogama sp. Sebanyak 12.000 – 40.000 ekor/ha, pelepasan Diatraephaga strintalis townsend (Lalat Jatiroto) sebanyak 30 – 60 ekor/ha, penyemprotan Thiodan 35 EC 3 ltr/ha atau Asodrin 15 WSC 5 ltr/ha.
Jenis penggerek batang untuk tanaman tebu, diantarnya adalah : Uret (Lepidieta stigma f) dengan gejala; tanaman layu, daun kering kemudian mati, bagian pangkal batang terdapat luka-luka bekas digerek dan disekitar perakaran terdapat uret. Untuk pencegahan dan pengendaliannya dengan cara; Pencegahan: pergiliran tanaman tebu dengan padi, dan palawija. Pengendalian: penangkapan uret dan kepik, penaburan insektisida Suscon blue 140 G 28 kg/ha.
Hama lain yang umumnya ada yaitu: kutu putih, tikus, ulat grayak, tetapi serangannya relatif kecil sekali sehingga pengendaliannya cukup dengan sanitasi kebun. Beberapa wilayah pabrik gula dalam pengendaliannya masih mengutamakan dengan sanitasi lingkungan, musuh alami, dan menggunakan varietas tahan terhadap semua hama, sedangkan penggunaan bahan kimia jarang dilakukan karena tingkat serangannya rata – rata masih dibawah 5%.
Beberapa macam penyakit yang biasa menyerang di wilayah pabrik gula antara lain penyakit luka api, penyakit pokah bung, penyakit mozaik, penyakit noda kuning, tetapi yang mendapat perhatian adalah penyakit Ratoon Stunting Desease (RSD) yang disebabkan oleh virus. Gejalanya adalah batang tebu menjadi sedikit lebih pendek dan lebih kecil dibandingkan dengan tanaman yang sehat, bila tanaman tebu dibelah terlihat berwarna jingga atau merah muda pada bagian bawah buku. Pengendaliannya dapat menggunakan varietas tahan, alat pemotong dengan deinfektan Lisol 10% atau dengan perlakuan air panas pada bibit dengan suhu air 500 C selama 2 – 3 jam. Serangan penyakit yang selama ini menyerang ternyata masih dibawah 5%, sehingga tindakan yang banyak dilakukan adalah dengan sanitasi kebun dan menggunakan varietas tahan.
§  Pemupukan
Sebagaimana pada lahan sawah, pemupukan bagi tanaman tebu di lahan kering tidak diberikan sekaligus tetapi bertahap disesuaikan dengan kebutuhan tanaman dan untuk mencegah kehilangan pupuk. Dosis umum disesuaikan dengan kondisi tanah setempat. Pedoman umum dari P3GI (1988): untuk tanaman pertama, pupuk pertama yang terdiri dari ZA dan TSP (untuk daerah dengan musim kemarau panjang) atau ZA+TSP+KCl (untuk daerah dengan musim kemarau pendek), diberikan sesaat sebelum tanam, ditaburkan pada dasar juringan. Sedangkan pupuk yang kedua terdiri dari ZA dan KCl diberikan pada umur 1,5-2 bulan dengan cara ditaburkan dalam larikan kemudian ditutup dengan pemberian tanah pertama. Pada tanaman keprasan, pupuk pertama dan kedua diberikan dalam paliran yang letaknya saling berlawanan, sedalam 5-10 cm dan berjarak ± 10 cm dari barisan tanaman yang kemudian ditutup dengan tanah.
Dosis pupuk yang dianjurkan untuk tebu lahan kering tanaman pertama     (TRIT I) adalah 8 ku ZA, 2 ku SP36 dan 3 ku KCl tiap hektar dengan aplikasi 2 kali. Pemupukan pertama dilakukan pada saat tanam sebagai pupuk dasar dengan 1/3 dosis ZA dan seluruh SP 36 dan KCl. Pemupukan 2 dilakukan pada saat tanaman berumur sekitar 1,5 bulan yaitu pada awal musim hujan dengan 2/3 dosis ZA.
Untuk tebu keprasan, disamping pemeliharaan sebagaimana pada tanaman pertama, dilakukan pola pengaturan klaras dan sub-soiling. Pengaturan klaras (off baring) di antara barisan tanaman tebu dilakukan untuk mencegah melebarnya rumpun tebu keprasan agar penebangan dengan mesin tebang tidak mengalami kesulitan. Sedangkan sub-soiling ditujukan untuk menggemburkan tanah diantara barisan tanaman tebu yang biasanya mengalami pemadatan oleh roda traktor dan trailer yang digunakan pada penebangan dan pengangkutan. Di daerah-daerah tebu tegalan di Jawa, kedua pekerjaan tersebut tidak dilakukan.
Aplikasi pupuk dilakukan dengan mengalurkan ditepi tanaman kemudian ditutup dengan tanah. Pengaplikasian pupuk dengan bantuan traktor tangan sudah dikembangkan terutama untuk pembukaan dan penutupan alur sekaligus pembumbunan. Alat yang dipakai adalah chissel plow ditarik dengan traktor tangan.
6.   Pemanenan
Pelaksanaan panen pada tanaman tebu meliputi beberapa kegiatan utama, yaitu taksasi hasil perencanaan tebang berdasarkan analisis pendahuluan kemasakan tebu dan tebang angkut.
a.  Taksasi Hasil
Taksasi hasil dilakukan untuk menaksir hasil tebu yang akan diperoleh nantainya, sehingga dapat direncanakan berapa lama hari giling, berapa tenaga kerja yang harus disiapkan dan berapa banyak bahan pembantu di pabrik yang harus disediakan. Umumnya taksasi dilakukan 2 kali yaitu pada bulan Desember dan Februari. Taksasi dilakukan dengan menghitung tebu dengan sistim sampling dan digunakan rumus
Y = jml bt/m juring x jml juring/ha x tinggi bt x bobot bt/m
Dimana.,
·         Y = hasil taksasi tebu per hektar
·         Jml bt/m juring = hasil perhitungan jumlah batang tebu per m juring
·         Jml juring/ha = banyaknya juringan per ha (yang ada di lapangan)
·         Tinggi bt = diukur sampai titik patah (± 30 cm dari pucuk)
·         Bobot bt = bobot batang per m yang diperoleh dari data tahun sebelumnya
Panen dilaksanakan pada musim kering yaitu sekitar bulan April sampai Oktober. Hal tersebut berkaitan dengan masalah kemudahan transportasi tebu dari areal ke pabrik serta tingkat kemasakan tebu akan mencapai optimum pada musim kering.
Kegiatan pemanenan diawali dengan tahap persiapan yang dilaksanakan sekurang-kurangnya tiga bulan sebelum panen dimulai. Tahap persiapan meliputi kegiatan estimasi produksi tebu, pembuatan program tebang, penentuan kemasakan tebu, rekrutmen kontraktor dan tenaga tebang, persiapan peralatan tebang dan pengangkutan, serta persiapan sarana dan prasarana tebang.
Untuk menentukan periode kemasakan optimal tebu dan sekaligus untuk memperkirakan waktu yang tepat penebangan tebu, dilaksanakan analisis kemasakan tebu (Maturity Test). Analisis kemasakan tebu dilaksanakan tiga kali dengan interval 2 minggu (satu ronde), pada saat tanaman menginjak umur delapan bulan. Kegiatan tersebut dimulai dengan pengambilan tanaman contoh yang diawali, batang contoh ditentukan minimal 15 meter dari tepi dan 30 baris dari barisan pinggir. Tanaman contoh diberi tanda untuk mempermudah pengambilan contoh berikutnya. Setiap kali analisis dibutuhkan 15 – 20 batang atau sebanyak dua rumpun tebu, kemudian dilakukan penghitungan jumlah dan pengukuran tinggi batang, serta penggilingan untuk memperoleh nira tebu. Selanjutnya dilakukan pengukuran persen brix, pol dan purity dari setiap contoh. Data pol yang diperoleh dipetakan pada peta kemasakan tebu yang akan digunakan sebagai informasi untuk lokasi tebu yang sudah layak panen.
Prioritas penebangan dilakukan dengan memperhatikan faktor lain selain kemasakan, yaitu jarak kebun dari pabrik, kemudahan transportasi, keamanan tebu, kesehatan tanaman, dan faktor tenaga kerja.
b.  Pelaksanaan Tebang
Digunakan dua metode penebangan yaitu tebu hijau (Green Cane) dan tebu bakar (Burn Cane). Metode tebu hijau adalah menebang tebu dalam kondisi tanpa ada perlakuan pendahuluan, sedangkan tebu bakar adalah dilakukan pembakaran sebelum tebang untuk memudahkan penebangan dan mengurangi sampah yang tidak perlu. Tebu di Jawa dilakukan tanpa bakar, sedangkan di luar Jawa khususnya Lampung ± 90% dilakukan dengan bakar.
Tebang dilakukan dalam tiga sistem tebangan yaitu Bundled Cane (tebu ikat), Loose Cane (tebu urai) dan Chopped Cane (tebu cacah). Pelaksanaan di lapangan tebang masih dimominasi dengan manual, sebab dari segi kualitas tetap lebih baik dibandingkan dengan mesin tebang.
§  Bundled Cane (Tebu Ikat)
Tebangan ini dilaksanakan secara manual, baik pada saat penebangan maupun pemuatan tebu ke dalam truk. Pemuatan/pengangkutan tebu dari areal ke pabrik dilkasanakan mulai jam 5.00 – 22.00 WIB dengan menggunakan truk (los bak maupun ada baknya). Truk yang digunakan terdiri atas truk kecil dengan kapasitas angkut 6 – 8 ton dan truk besar dengan kapasitas angkut   10 – 12 ton. Saat pemuatan tebu ke dalam truk dalam kondisi lahan tidak basah, truk masuk ke areal dan lintasan truk tidak memotong barisan tebu. Perjalanan truk dari areal ke pabrik sesuai dengan rute yang telah ditetapkan dengan kecepatan maksimun 40 km/jam.
Pembongkaran muatan dilaksanakan di Cane Yard (tempat penampungan tebu sebelum giling) setelah penimbangan, dengan menggunakan patok beton (Cane Stacker) atau langsung ke meja tebu (Direct Feeding).
§  Loose Cane (Tebu Urai)
Tebangan loose cane merupakan sistem tebangan semi mekanik. Penebangan tebu dilaksanakan secara manual sedangkan pemuatan tebu ke Trailer atau truk menggunakan Grab Loader. Pembongkaran tebu dilaksanakan di tempat penampungan tebu (Cane Yard) langsung ke meja tebu (Feeding Table).
Penebangan loose cane menggunakan sistem 12 : 1, artinya setiap 12 baris ditebang dan ditumpuk menjadi satu tumpukan, dilaksanakan oleh dua orang. Tumpukan tebu diletakkan pada barisan ke 6 – 7, sedangkan sampah pada barisan ke 1 dan 12. Penebangan harus rata dengan tanah dan sampah yang terbawa ke pabrik tidak boleh lebih dari 6%.
§  Chopped Cane (Tebu Cacah)
Sistem penebangan tebu cacah dilaksanakan dengan menggunakan alat Bantu berupa mesin Cane Harvester. Penebangan sistem ini digunakan sebagai peyangga atau pembantu untuk memenuhi guota pengiriman tebu.
Untuk pengoperasian Cane Harvester secara optimal diperlukan kondisi areal yang relatif rata, kondisi tebu tidak banyak yang roboh, kondisi areal bersih dari sisa – sisa kayu/tunggul, tidak banyak gulma merambat, petak tebang dalam kondisi utuh sekitar 10 ha dan kondisi tanah tidak basah.
Pelaksanaan Tebang Muat Angkut harus direncanakan secara matang dengan dibuat Daftar Nominasi Tebang per kebun, karena tebu adalah tanaman semusim yang nilai produksinya sangat ditentukan oleh suatu batasan waktu.
Dasar Pertimbangan Tebang Muat Angkut adalah :
§   Nilai Kemasakan Tebu, dengan adanya Analisa Pendahuluan untuk mengetahui Faktor Kemasakan, Kosien Peningkatan dan Kosien Daya Tahan.
§   Rencana Kapasitas Giling Pabrik
§   Faktor-faktor lain, seperti Keadaan Visual Tanaman, Situasi Kebun Sulit, Serangan Hama dan Penyakit, Tebu Terbakar dan Faktor Keamanan Kebun.
Cara Panen :
a)     Mencangkul tanah di sekitar rumpun tebu sedalam 20 cm.
b)     Pangkal tebu dipotong dengan arit jika tanaman akan ditumbuhkan kembali. Batang dipotong dengan menyisakan 3 buku dari pangkal batang.
c)      Mencabut batang tebu sampai ke akarnya jika kebun akan dibongkar.
d)     Pucuk dibuang.
e)     Batang tebu diikat menjadi satu (30-50 batang/ikatan) untuk dibawa ke pabrik untuk segera digiling Panen dilakukan satu kali di akhir musim tanam.
Perkiraan Produksi
Hasil Tebu Rakyat Intensifikasi I di tanah sawah adalah 120 ton/ha dengan rendemen gula 10% sedangkan hasil TRI II di tanah sawah adalah 100 ton dengan rendemen 9%. Di tanah tegalan produksi tebu lebih rendah lagi yaitu pada TRI I tegalan adalah 90 ton/ha dan pada TRI II tegalan sebesar 80 ton/ha. Dengan dasar tersebut maka perkiraan hasil produksi tanaman tebu ditetapkan sebesar ± 100 ton/ha. Dengan umur panen diperkirakan selama ± 12 bulan (1 tahun) maka rencana produksi tebu secara rinci dapat dilihat dalam Tabel IV.5 berikut:
Tabel IV-3.    Rencana Produksi Tebu
No
Tahun
Tahun
Tanam
Luas
Panen
Volume
(ton/th)
1
2011

-
-
2
2012
2011
2.200
220.000
3
2013
2012
4.700
470.000
4
2014
2013
7.400
740.000
5
2015
2014
7.400
740.000
6
2016
2015
7.400
740.000
7
2017
2016
7.400
740.000
8
2018
2017
7.400
740.000
9
2019
2018
7.400
740.000
10
2020
2019
7.400
740.000
7.   Pascapanen
a.      Pengumpulan hasil panen dilakukan dengan cara diikat untuk dibawa ke pengolahan.
b.     Penyortiran dan penggolongan syarat batang tebu siap giling supaya rendeman baik :
§  Tidak mengandung pucuk tebu
§  Bersih dari daduk-daduk (pelepah daun yang mengering)
§  Berumur maksimum 36 jam setelah tebang.
Kemudian hasil panen tersebut diangkut dengan menggunakan truk yang ada baknya (truk box), hal tersebut berkaitan dengan hasil tebangan Cane Harvester berbentuk potongan dengan panjang 20 – 30 cm. Pada saat pembongkaran muatan, tebu dengan tebangan Chopped Cane harus diprioritaskan, tebu langsung ditampung di meja tebu (feeding table).

Download PDF


0 komentar:

Post a Comment

Visitor

Followers