Teknik Budidaya Tebu
1.
Syarat Tumbuh Tebu
(Saccarum officinarum)
Tebu termasuk jenis tanaman rumput yang kokoh dan kuat.
Adapun syarat-syarat tumbuh tanaman tebu adalah:
·
Tumbuh
di daerah dataran rendah yang kering. Iklim panas yang lembab dengan suhu
antara 25ºC-28ºC
·
Curah
hujan kurang dari 100 mm/tahun
·
Tanah
tidak terlalu masam, pH diatas 6,4. Ketinggian kurang dari 500 m dpl.
Agar tanaman tebu mengandung kadar gula yang tinggi,
harus diperhatikan musim tanamnya. Pada waktu masih muda tanaman tebu
memerlukan banyak air dan ketika mulai tua memerlukan musim kemarau yang
panjang. Daerah penghasil tebu terutama di Jawa, Sumatera Selatan, Sumateran
Barat, Lampung dan Nusa Tenggara.
2.
Persiapan Bibit
Bibit yang akan ditanam terdiri dari beberapa jenis,
diantaranya bibit pucuk, bibit batang muda, bibit rayungan dan bibit siwilan.
a. Bibit pucuk Bibit diambil dari bagian pucuk
tebu yang akan digiling berumur 12 bulan. Jumlah mata (bakal tunas baru) yang
diambil 2-3 sepanjang 20 cm. Daun kering yang membungkus batang tidak dibuang
agar melindungi mata tebu. Biaya bibit lebih murah karena tidak memerlukan
pembibitan, bibit mudah diangkut karena tidak mudah rusak, pertumbuhan bibit
pucuk tidak memerlukan banyak air. Penggunaan bibit pucuk hanya dapat dilakukan
jika kebun telah berporduksi.
b. Bibit batang muda Dikenal pula dengan nama
bibit mentah / bibit krecekan. Berasal dari tanaman berumur 5-7 bulan. Seluruh
batang tebu dapat diambil dan dijadikan 3 stek. Setiap stek terdiri atas 2-3
mata tunas. Untuk mendapatkan bibit, tanaman dipotong, daun pembungkus batang
tidak dibuang. Setiap hektar tanaman kebun bibit bagal dapat menghasilkan bibit
untuk keperluan 10 hektar.
c.
Bibit rayungan (1 atau 2 tunas). Bibit diambil dari tanaman tebu khusus
untuk pembibitan berupa stek yang tumbuh tunasnya tetapi akar belum keluar. Bibit ini dibuat dengan cara:
§
Melepas daun-daun agar pertumbuhan mata tunas tidak terhambat.
§
Batang tanaman tebu dipangkas 1 bulan sebelum bibit rayungan dipakai.
§
Tanaman tebu dipupuk sebanyak 50 kg/ha Bibit ini memerlukan banyak air dan
pertumbuhannya lebih cepat daripada bibit bagal. 1 hektar tanaman kebun bibit
rayungan dapat menghasilkan bibit untuk 10 hektar areal tebu. Kelemahan bibit
rayungan adalah tunas sering rusak pada waktu pengangkutan dan tidak dapat
disimpan lama seperti halnya bibit bagal.
§
Bibit siwilan. Bibit ini diambil dari tunas-tunas baru dari tanaman yang
pucuknya sudah mati. Perawatan bibit siwilan sama dengan bibit rayungan.
§
Penentuan Komposisi Bibit secara Umum dikaitkan dengan Tingkat
Kemasakannya, Masa Tanam, Iklim, Kondisi Lahan serta Lamanya Musim Giling.
Bibit-bibit yang ditanam diharapkan mempunyai kriteria :
- Mempunyai Potensi Kwintal Tebu
dan Rendemen tinggi.
- Mempunyai Tingkat Kemurnian tinggi ( > 90
% ).
- Bebas dari Hama dan Penyakit.
- Mempunyai Daya Kecambah tinggi.
- Tahan terhadap kekeringan dan tidak mudah
roboh.
Pada kondisi fisik lingkungan yang ada, yaitu pada areal
lahan kering atau tegalan, maka agar dapat dicapai produksi yang tinggi
diperlukan bibit tebu dengan varietas tebu yang sesuai dengan kondisi lahan
kering. Varietas untuk lahan kering harus memiliki sifat-sifat tertentu, antara
lain:
·
Mempunyai daya tahan kekeringan
·
Mudah berkecambah, cepat beranak
dan bertunas banyak.
·
Mempunyai daya tahan kepras yang
baik.
·
Rendemen tinggi
·
Mudah diklentek
·
Tahan roboh
Adapun varietas-varietas unggul untuk tebu lahan kering
atau tegalan berdasarkan hasil penelitian yang dikeluarkan oleh P3GI (1990)
diantaranya, adalah (PS 77-1381, PS 77-1553, PS 78-561, PS 79-1497, PS
80-1070). Untuk mengetahui varietas yang paling cocok untuk dikembangkan di
suatu daerah, dapat dilakukan dengan mengadakan percobaan adaptasi tanaman
terlebih dahulu.
Sedangkan untuk pengadaan bibit tebu dilakukan melalui
tahapan penjenjangan kebun pembibitan, mulai dari Kebun Bibit Pokok (KBP),
Kebun Bibit Nenek (KBN), Kebun Bibit Induk (KBI) hingga Kebun Bibit Datar (KBD)
sebagai sumber bibit bagi pertanaman atau Kebun Tebu Giling (KTG).
3.
Persiapan Lahan
Persiapan lahan merupakan kegiatan untuk mempersiapkan
tanah tempat tumbuh tanaman tebu sehingga kondisi fisik dan kimia tanah sesuai
dengan media perkembangan perakaran tanaman tebu. Kegiatan tersebut terdiri
atas beberapa jenis yang dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan kronologis.
Pada prinsipnya, persiapan lahan untuk tanaman baru (PC)
dan tanaman bongkaran baru (RPC) adalah sama tetapi untuk PC kegiatan persiapan
lahan tidak dapat dilaksanakan secara intensif. Hal tersebut disebabkan oleh
tata letak petak kebun, topografi maupun struktur tanah pada areal yang baru
dibuka masih belum sempurna, sehingga kegiatan mesin/peralatan di lapang sering
terganggu. Pada areal tersebut masih terdapat sisa-sisa batang/perakaran yang
dapat mengganggu operasional mesin di lapang.
Petak dibuat dengan ukuran 200 m x 500 m (10 ha) yang dibatasi oleh jalan
produksi dan jalan kebun.
Lahan yang bisa dikembangkan menjadi perkebunan tebu
lahan kering berupa hutan primer dan sekunder, padang rumput atau padang
alang-alang, semak belukar, lahan tegalan, sawah tadah hujan dan bekas
perkebunan. Teknik pembukaan lahan maupun perlatan yang digunakan disesuaikan
untuk masing-masing jenis lahan. Pada prinsipnya lapisan tanah bagian atas yang
merupakan bagian tersubur harus dijaga agar jangan hilang tergusur atau
terkikis oleh air hujan.
Karena kelangkaan tenaga kerja, sementara waktu tanam
optimal pertanaman tebu di lahan kering adalah sempit, maka tenaga penarik
untuk pengolahan tanah yang murah dan efektif adalah dengan menggunakan
traktor. Tahap pertama pengolahan tanah menggunakan bajak untuk memotong dan
membalik tanah, dan kemudian dilanjutkan dengan garu untuk menggemburkan tanah.
Setelah tanah selesai diolah kemudian dibuat kairan (alur tanaman). Untuk
mendapatkan hasil olahan tanah yang baik yaitu cukup dalam dan gembur, tanah
harus dalam keadaan cukup air (tidak basah dan tidak terlalu kering). Berdasarkan hal ini maka saat yang tepat untuk
mengolah tanah adalah segera setelah musim hujan selesai atau awal musim
kemarau.
Adapun tahapan kegiatan pengolahan tanah secara umum
adalah sebagai berikut ;
a.
Pembajakan
Pembajakan atau pengolahan tanah dilaksanakan dengan 2
(dua) tahap kegiatan, yaitu ;
Pembajakan I
Bertujuan untuk membalik tanah serta memotong sisa – sisa
kayu dan vegetasi awal yang masih tertinggal.
Peralatan yang digunakan adalah Rome Harrow 20 disc dengan diameter 31
inci yang ditarik dengan Bulldozer 155 HP. Awal kegiatan pembajakan dimulai
dari sisi petak paling kiri, kedalaman olah mencapai 25 – 30 cm dan kapasitas
kerja mencapai 0,8 jam/ha sehingga untuk satu petak kebun (±10ha) dibutuhkan
waktu 8 jam kerja (mesin operasi).
Pembajakan dilakukan merata di seluruh areal dengan kedalaman diusahakan
lebih dari 30 cm dan arah bajakan menyilang terhadap barisan tanaman tebu.
Pembajakan II
Dilaksanakan sekitar tiga minggu setelah pembajakan I
dengan arah memotong tegak lurus hasil pembajakan I dan kedalaman olah minimal
25 cm. Peralatan yang digunakan adalah Disc Plow 3 – 4 disc diameter 28 inchi
dan traktor 80 – 90 HP.
b.
Penggaruan
Penggaruan bertujuan untuk menghancurkan bongkahan –
bongkahan tanah dan meratakan permukaan tanah. Penggaruan dilaksanakan merata
pada seluruh areal dengan menggunakan alat Baldan Harrow yang ditarik oleh
traktor 140 HP.
Pada areal RPC, tujuan penggaruan adalah untuk
menghancurkan bongkahan – bongkahan tanah hasil pembajakan, mencacah dan
mematikan tunggul maupun tunas tanaman tebu. Penggaruan dilakukan pada seluruh
areal bajakan dan menyilang dengan arah bajakan. Traktor yang digunakan adalah
traktor 120 HP dan alat Baldan Harrow dengan kapasitas kerja 1,15 Ha/jam.
c.
Pengumpulan Akar
Pengumpulan akar merupakan kegiatan pengumpulan sisa –
sisa kayu yang terangkat akibat pembajakan I, II dan pembuatan alur tanam,
dilaksanakan secara manual oleh tenaga kerja borongan. Akar maupun sisa – sisa
kayu dikumpulkan dan ditumpuk dengan jarak 10 – 15 meter kemudian dibersihkan dari
areal tersebut.
d.
Pembuatan Alur Tanam
Pembuatan alur tanam merupakan kegiatan untuk
mempersiapkan tempat bibit tanaman tebu. Alur tanam dibuat menggunakan Wing
Ridger dengan kedalaman lebih dari 30 cm dan jarak dari pusat ke pusat adalah
1,30 meter.
Pembuatan alur tanam dilaksanakan setelah pemancangan
ajir. Traktor berjalan mengikuti arah ajir sehingga alur tanam dapat lurus atau
melengkung mengikuti arah kontur. Arah
kairan harus sedikit menyilang dengan kemiringan tanah, memudahkan drainase
petak dan memudahkan pada pelaksanaan transportasi tebu. Pada daerah miring,
arah kairan ditentukan sesuai dengan arah kemiringan petak (kemiringan 2%),
sedangkan pada lahan dengan kemiringan lebih dari 5% dibuat teras bangku
(Contour Bank). Kapasitas kerja adalah
sekitar 1 ha/jam.
4.
Penanaman
Pada saat penanaman tebu, kondisi tanah yang dikehendaki
lembab tapi tidak terlalu basah dan cuaca cerah. Untuk saat ini tanam tebu
lahan kering yang paling tepat adalah masa pancaroba yakni akhir musim kemarau
sampai awal musim hujan atau sebaliknya. Menurut Tonny Kuntohartono dkk.
(1976). Untuk daerah kering (tipe iklim
C dan D Schimdt-Fergusson) saat tanam adalah antara pertengahan
Oktober-Desember, sedang pada daerah basah (tipe iklim B) adalah awal musim
kemarau.
Pada daerah dengan musim kemarau panjang (daerah kering)
tebu ditanam sebagai bibit stek mata tiga dengan jumlah 8-9 mata tunas per
meter juringan (15.000-20.000 stek per hektar) atau pada prinsipnya mengarah
pada jumlah mata tumbuh 40.000-45.000 per hektar. Stek tebu diletakkan pada
dasar juringan dengan jarak tanam 1,25-1,35 m. Pada daerah dengan musim kemarau
pendek, digunakan stek 3 mata ditanam, bersentuh ujung (end to end) atau
tumpang tindih (overlapped 20 percent) pada dasar juringan yang dangkal. Pada
keadaan yang mendesak dan kekurangan tenaga dapat dipakai tebu lonjoran dengan
5-6 mata, dipotong menjadi dua.
Untuk menghindari penyulaman yang membutuhkan biaya
besar, kebutuhan bibit yang akan ditanam adalah 11 mata tumbuh per meter
juringan. Bibit ditanam dengan posisi mata disamping dan disusun secara end to
end (nguntu walang). Cara penanaman ini
bervariasi menurut kondisi lahan dan ketersediaan bibit, perlu diketahui, pada
umumnya kebutuhan air pada lahan kering tergantung pada turunnya hujan sehingga
kemungkinan tunas mati akan besar. Oleh
karena itu, dengan over lapping atau double row, tunas yang hidup disebelahnya
diharapkan dapat menggantikannya.
Pada prinsipnya persiapan bibit yang ditanam di areal
lahan kering sama dengan yang ditanam di sawah. Namun karena kondisi yang
terlalu kering kadang dipakai pula bagal mata empat. Waktu tanam tebu di lahan
kering terdiri dari dua periode, yaitu.
Periode I
Menjelang musim kemarau (Mei – Agustus) pada daerah –
daerah basah dengan 7 bulan basah dan daerah sedang yaitu 5 – 6 bulan basah,
atau pada daerah yang memiliki tanah lembab. Namun dapat juga diberikan
tambahan air untuk periode ini.
Periode II
Menjelang musim hujan (Oktober – November) pada daerah
sedang dan kering yaitu 3 – 4 bulan basah.
Cara penanaman tebu bisa dilakukan dengan cara sebagai
berikut : bibit yang telah diangkut menggunakan keranjang diecer pada guludan
agar mudah dalam mengambilnya, kemudian bibit ditanam merata pada
juringan/kairan dan ditutup dengan tanah setebal bibit itu sendiri, untuk
tanaman pertama pada lahan kering biasanya cenderung anakannya sedikit
berkurang dibandingkan tanah sawah (reynoso), sehingga jumlah bibit tiap
juringan diusahakan lebih apabila dibandingkan dengan lahan sawah (± 80 ku),
dan apabila pada saat tanam curah hujan terlalu tinggi, diusahakan tanam dengan
cara glatimong up (bibit sedikit terlihat).
Tabel
IV-1.
Rencana Penanaman tanaman tebu
No
|
Tahun
|
Luas per
Tahapan
|
Luas Tanaman
Total per tahun
|
1
|
2011
|
2.200
|
2.200
|
2
|
2012
|
2.500
|
4.700
|
3
|
2013
|
2.700
|
7.400
|
4
|
2014
|
7.400
|
7.400
|
5
|
2015
|
7.400
|
7.400
|
6
|
2016
|
7.400
|
7.400
|
7
|
2017
|
7.400
|
7.400
|
8
|
2018
|
7.400
|
7.400
|
9
|
2019
|
7.400
|
7.400
|
10
|
2020
|
7.400
|
7.400
|
Dan Seterusnya.....
|
5.
Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman tebu dilahan kering hampir sama
macamnya dengan tebu lahan sawah yaitu terdiri dari penyulaman, pemberian
tanah, klentek, pemupukan, pemeliharaan saluran drainase dan penyiangan gulma.
Pemeliharaan saluran drainase terutama perlu dilakukan selama musim hujan untuk
menjaga kelancaran pengeluaran air yang berlebih.
§
Penyulaman
Penyulaman merupakan kegiatan penanaman untuk
menggantikan bibit tebu yang tidak tumbuh, baik pada tanaman baru ataupun
tanaman keprasan agar diperoleh populasi tebu yang optimal. Pelaksanaan
penyulaman untuk bibit bagal dilakukan 2 minggu dan 4 minggu setelah tanam,
sedangkan untuk bibit rayungan dilakukan 2 minggu setelah tanam.
Penyulaman dilaksanakan pada baris bagal 2 – 3 mata
sebanyak dua potong dan diletakkan pada baris tanaman yang telah dilubangi
sebelumnya. Apabila penyulaman tersebut gagal, penyulaman ulang harus segera
dilaksanakan.
§ Pengendalian Gulma
Pada lahan kering gulma lebih beragam dan lebih
berbahaya. Gulma – gulma dominan yang menjadi pesaing kuat yang berakibat
merugikan terdiri atas gulma daun lebar dan merambat, gulma daun sempit dan
teki-tekian. Gulma daun lebar dan merambat terdiri atas Cleome ginandra, Emilia
sonchifolia, Boreria alata, Amaranthus dubius, Spigelia anthelmia, Commelina
elegans, Mikania micrantha dan Momordica charantia. Gulma daun sempit tediri
atas Digitaria ciliaris, Echinochloa colonum, Eleusine indica, Dactylocta
aegyptium dan Brachiaria distachya sedangkan gulma golongan teki adalah Cyperus
rotundus.
Dalam pelaksanaannya, pengendalian gulma dibagi menjadi
pengendalian secara kimia, mekanis dan manual. Untuk sistem reynoso,
pengendalian lebih dominan dilakukan secara manual. Sementara itu di lahan
kering lebih umum pengendalian gulma secara kimia yang dibedakan menjadi tiga
yaitu pre emergence (pra tumbuh), late pre emergence (awal tumbuh) dan post
emergence (setelah tumbuh). Adapun jenis
herbisida dan dosis yang digunakan untuk penegendalian gulma disajikan pada
Tabel IV.4.
Tabel
IV-2.
Jenis dan Dosis Herbisida yang Digunakan
Waktu Aplikasi
|
Herbisida
|
Bahan Aktif
|
Dosis
|
Pre
Emergence
|
Karmex
DMA
|
Diuron
2,4
– D Amin
|
2,50
kg/ha
1,50
kg/ha
|
Late
Pre Emergence
|
Karmex
DMA
Amexon/Gesapax
|
Diuron
2,4
– D Amin
Ametrin
|
1,50
kg/ha
1,50
lt/ha
1,50
lt/ha
|
Post
Emergence I
|
Amexon/Gesapax
DMA
Gramoxon
Sanvit
|
Ametrin
2,4
– D Amin
Paraguat
Surfaxtan
|
2,00
lt/ha
0,75
lt/ha
0,50
lt/ha
0,50
lt/ha
|
Post
Emergence II
|
Gramoxon
|
Paraguat
|
2,50
lt/ha
|
Pengendalian gulma pra tumbuh (pre emergence) adalah
pengendalian gulma yang dilakukan pada saat gulma dan tanaman tebu belum
tumbuh. Dilaksanakan pada 3 – 5 hari setelah tanam. Aplikasi herbisida
dilaksanakan dengan menggunakan Boom Sprayer yang mempunyai lebar kerja 12
meter (8 baris) yang ditarik oleh
traktor kecil 80 HP. Kecepatan kerja sekitar 1,52 km/jam.
Late pre emergence adalah pengendalian gulma yang
dilakukan pada saat gulma sudah tumbuh dengan 2 – 3 daun dan tanaman tebu sudah
berkecambah. Late pre emergence dilaksanakan karena terjadi keterlambatan
aplikasi pre emergence, sedangkan post emergence dilaksanakan pada saat gulma
sudah tumbuh dan biasanya dilaksanakan 1 – 2 kali. Post emergence diaplikasikan
secara manual dengan hand sprayer/knapsack sprayer.
Pengendalian gulma secara mekanis dilakukan dengan
menggunakan Tyne Cultivator dan Terra Tyne. Dilaksanakan pada saat pengemburan
tanah. Pengendalian tersebut dilaksanakan pada saat tanaman berumur 45 hari
setelah tanam.
Pengendalian gulma secara manual dilaksanakan oleh tenaga
kerja dengan mempergunakan peralatan sederhana, dilaksanakan pada saat kondisi
tanaman tebu masih dalam stadia peka terhadap herbisida, gulma didominasi oleh
gulma merambat, populasi gulma hanya spot – spot, ketersediaan tenaga kerja
yang cukup dan herbisida yang tidak tersedia di pasaran. Kapasitas kerja
pengendalian gulma berbeda tergantung pada pengendalian gulma yang dilakukan.
Penyiangan gulma dikerjakan secara manual tiga kali
yakni pada umur 1,2 dan 3 bulan setelah tebu ditanam. Penggunaan herbisida
sebagai pengganti tenaga penyiang yang mulai sulit diperoleh, adalah
dengan penyemprotan campuran-campuran herbisida emetryne + 2,4 D ; diuron + 2,4
D atau atrazine + 2,4 D.
§ Pembumbunan dan
penggemburan
Pembumbunan bertujuan untuk menutup tanaman dan
menguatkan batang sehingga pertumbuhan anakan dan pertumbuhan batang lebih
kokoh. Di lahan sawah pembumbunan dilakukan tiga kali selama umur tanaman.
Pelaksanaan pembumbunan dilakukan secara manual atau dengan semi mekanis.
Di lahan kering pembumbunan sekaligus dilakukan dengan
penggemburan yang merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengendalikan gulma,
menggemburkan dan meratakan tanah, memutuskan perakaran tebu khususnya tanaman
tebu ratoon dan membantu aerasi pada daerah perakaran. Apabila drainase
tanahnya jelek pemberian tanah untuk tebu lahan kering hanya dilakukan dua kali
yaitu sebelum pemupukan kedua pada umur 1-1,5 bulan dan pada umur 2,5-3 bulan,
atau dapat dilakukan sekali pada umur 2-3 bulan.
Penggemburan pada tanaman diperlukan peralatan terutama
untuk mengendalikan gulma. Alat yang digunakan adalah Tyne Cultivator.
Penggemburan dilaksanakan pada tanaman berumur 45 hari setelah tanam (sebelum
pemupukan II) dengan kedalaman 20 cm dan hanya dilakukan satu kali dalam satu
musim tanam.
Untuk tanaman ratoon diperlukan alat yang bisa membantu
menggemburkan tanah dan mengendalikan gulma. Aplikasi dilaksanakan dua kali
dalam satu musim tanam. Alat yang digunakan untuk aplikasi pertama adalah Terra
Tyne dan yang kedua adalah Sub Tiller yang dilaksanakan setelah pemupukan II.
Dengan Terra Tyne, kedalaman olah minimal 20 cm sedangkan dengan Sub Tiller
kedalaman minimal 40 cm.
§ Klentek
Klentek adalah suatu kegiatan membuang daun tua pada
tanaman tebu yang dilakukan secara
manual. Tujuan klentek adalah untuk merangsang pertumbuhan batang, memperkeras
kulit batang, mencegah tebu roboh, dan mencegah kebakaran. Kegiatan ini umum
dilakukan pada sistem reynoso di Jawa. Untuk tebu lahan kering tidak dilakukan
klentek. Untuk itu dalam salah satu seleksi varietas dicari yang daun keringnya
lepas jika terkena angin. Sebagai konsekuensinya tebu lahan kering harus
dibakar jika akan ditebang. Hal ini juga menjadi kriteria varietas tebu lahan kering,
yaitu tahan bakar.
Klentek hanya dilakukan satu kali pada akhir musim hujan
atau sekitar (2-3) bulan sebelum tebang.
§ Pengendalian hama
dan penyakit
Pengendalian hama dan penyakit pada budidaya tanaman tebu
bertujuan untuk mencegah semakin meluasnya serangan hama /penyakit pada areal
perkebunan tebu. Hal ini sangat berkaitan erat dengan salah satu upaya
peningkatan produktivitas tebu. Beberapa
hama yang umum menyerang antara lain: hama penggerek pucuk tebu (Triporyza
vinella F), penggerek batang tebu (Chilo oirocilius dan Chilo sachariphagus),
dan uret (Lepidieta stigma F).
Hama penggerek pucuk tebu (Triporyza vinella F) gejala;
adanya lorong gerekan pada ibu tulang
daun, lorong gerekan yang lurus di bagian tengah pucuk tanaman sampai ruas muda
di bawah titik tumbuh, titik tumbuh mati, daun muda menggulung dan mati. Setiap
batang berisi satu ekor penggerek. Pencegahan; menggunakan bibit bebas
penggerek, menanam varietas tahan, menjaga kebersihan dari tanaman glagah,
pergiliran tanaman dengan padi/palawija. Pengendalian secara biologis dilakukan
dengan pelepasan Trichogama sp. Dalam bentuk telur yang disebut pias.
Pengendalian secara kimiawi dilakukan dengan pemberian 20 butir granular
Furadan 3G/tanaman, aplikasi Furadan 3G pada tanah 25 kg/ha.
Penggerek batang tebu (Chilo supresalis dan Chilo
sachariphagus) gejala bercak – bercak putih bekas gerekan pada daun kulit luar
tidak tembus, lorong gerekan pada bagian dalam pelepah, lorong gerekan pada
ruas-ruas, titik tumbuh mati sehingga daun muda layu dan mati. Satu batang
biasanya lebih dari satu penggerek.
Untuk menghindari hama penggerek batang, harus dilakukan
upaya-upaya pencegahan dan pengendalian, dengan cara;
Pencegahan: memilih bibit yang bebas penggerek, menanam
varietas tahan, menjaga kebersihan kebun, dan pergiliran tanaman.
Pengendalian: pelepasan Trichogama sp. Sebanyak 12.000 –
40.000 ekor/ha, pelepasan Diatraephaga strintalis townsend (Lalat Jatiroto)
sebanyak 30 – 60 ekor/ha, penyemprotan Thiodan 35 EC 3 ltr/ha atau Asodrin 15
WSC 5 ltr/ha.
Jenis penggerek batang untuk tanaman tebu, diantarnya
adalah : Uret (Lepidieta stigma f) dengan gejala; tanaman layu, daun kering
kemudian mati, bagian pangkal batang terdapat luka-luka bekas digerek dan
disekitar perakaran terdapat uret. Untuk pencegahan dan pengendaliannya dengan
cara; Pencegahan: pergiliran tanaman tebu dengan padi, dan palawija.
Pengendalian: penangkapan uret dan kepik, penaburan insektisida Suscon blue 140
G 28 kg/ha.
Hama lain yang umumnya ada yaitu: kutu putih, tikus, ulat
grayak, tetapi serangannya relatif kecil sekali sehingga pengendaliannya cukup
dengan sanitasi kebun. Beberapa wilayah pabrik gula dalam pengendaliannya masih
mengutamakan dengan sanitasi lingkungan, musuh alami, dan menggunakan varietas
tahan terhadap semua hama, sedangkan penggunaan bahan kimia jarang dilakukan
karena tingkat serangannya rata – rata masih dibawah 5%.
Beberapa macam penyakit yang biasa menyerang di wilayah
pabrik gula antara lain penyakit luka api, penyakit pokah bung, penyakit
mozaik, penyakit noda kuning, tetapi yang mendapat perhatian adalah penyakit
Ratoon Stunting Desease (RSD) yang disebabkan oleh virus. Gejalanya adalah
batang tebu menjadi sedikit lebih pendek dan lebih kecil dibandingkan dengan
tanaman yang sehat, bila tanaman tebu dibelah terlihat berwarna jingga atau
merah muda pada bagian bawah buku. Pengendaliannya dapat menggunakan varietas
tahan, alat pemotong dengan deinfektan Lisol 10% atau dengan perlakuan air
panas pada bibit dengan suhu air 500 C selama 2 – 3 jam. Serangan penyakit yang
selama ini menyerang ternyata masih dibawah 5%, sehingga tindakan yang banyak
dilakukan adalah dengan sanitasi kebun dan menggunakan varietas tahan.
§ Pemupukan
Sebagaimana pada lahan sawah, pemupukan bagi tanaman tebu
di lahan kering tidak diberikan sekaligus tetapi bertahap disesuaikan dengan
kebutuhan tanaman dan untuk mencegah kehilangan pupuk. Dosis umum disesuaikan
dengan kondisi tanah setempat. Pedoman umum dari P3GI (1988): untuk tanaman
pertama, pupuk pertama yang terdiri dari ZA dan TSP (untuk daerah dengan musim
kemarau panjang) atau ZA+TSP+KCl (untuk daerah dengan musim kemarau pendek),
diberikan sesaat sebelum tanam, ditaburkan pada dasar juringan. Sedangkan pupuk
yang kedua terdiri dari ZA dan KCl diberikan pada umur 1,5-2 bulan dengan cara
ditaburkan dalam larikan kemudian ditutup dengan pemberian tanah pertama. Pada
tanaman keprasan, pupuk pertama dan kedua diberikan dalam paliran yang letaknya
saling berlawanan, sedalam 5-10 cm dan berjarak ± 10 cm dari barisan tanaman
yang kemudian ditutup dengan tanah.
Dosis pupuk yang dianjurkan untuk tebu lahan kering
tanaman pertama (TRIT I) adalah 8 ku
ZA, 2 ku SP36 dan 3 ku KCl tiap hektar dengan aplikasi 2 kali. Pemupukan
pertama dilakukan pada saat tanam sebagai pupuk dasar dengan 1/3 dosis ZA dan
seluruh SP 36 dan KCl. Pemupukan 2 dilakukan pada saat tanaman berumur sekitar
1,5 bulan yaitu pada awal musim hujan dengan 2/3 dosis ZA.
Untuk tebu keprasan, disamping pemeliharaan sebagaimana
pada tanaman pertama, dilakukan pola pengaturan klaras dan sub-soiling.
Pengaturan klaras (off baring) di antara barisan tanaman tebu dilakukan untuk
mencegah melebarnya rumpun tebu keprasan agar penebangan dengan mesin tebang
tidak mengalami kesulitan. Sedangkan sub-soiling ditujukan untuk menggemburkan
tanah diantara barisan tanaman tebu yang biasanya mengalami pemadatan oleh roda
traktor dan trailer yang digunakan pada penebangan dan pengangkutan. Di
daerah-daerah tebu tegalan di Jawa, kedua pekerjaan tersebut tidak dilakukan.
Aplikasi pupuk dilakukan dengan mengalurkan ditepi
tanaman kemudian ditutup dengan tanah. Pengaplikasian pupuk dengan bantuan
traktor tangan sudah dikembangkan terutama untuk pembukaan dan penutupan alur
sekaligus pembumbunan. Alat yang dipakai adalah chissel plow ditarik dengan traktor
tangan.
6.
Pemanenan
Pelaksanaan panen pada tanaman tebu meliputi beberapa
kegiatan utama, yaitu taksasi hasil perencanaan tebang berdasarkan analisis
pendahuluan kemasakan tebu dan tebang angkut.
a. Taksasi Hasil
Taksasi hasil dilakukan untuk menaksir hasil tebu yang
akan diperoleh nantainya, sehingga dapat direncanakan berapa lama hari giling,
berapa tenaga kerja yang harus disiapkan dan berapa banyak bahan pembantu di
pabrik yang harus disediakan. Umumnya taksasi dilakukan 2 kali yaitu pada bulan
Desember dan Februari. Taksasi dilakukan dengan menghitung tebu dengan sistim
sampling dan digunakan rumus
Y = jml bt/m juring x jml juring/ha x tinggi bt x bobot bt/m
Dimana.,
·
Y = hasil taksasi tebu per hektar
·
Jml bt/m juring = hasil perhitungan jumlah batang tebu per m
juring
·
Jml juring/ha = banyaknya juringan per ha (yang ada di lapangan)
·
Tinggi bt = diukur sampai titik patah (± 30 cm dari pucuk)
·
Bobot bt = bobot batang per m yang diperoleh dari data tahun
sebelumnya
Panen dilaksanakan pada musim kering yaitu sekitar bulan
April sampai Oktober. Hal tersebut berkaitan dengan masalah kemudahan
transportasi tebu dari areal ke pabrik serta tingkat kemasakan tebu akan
mencapai optimum pada musim kering.
Kegiatan pemanenan diawali dengan tahap persiapan yang
dilaksanakan sekurang-kurangnya tiga bulan sebelum panen dimulai. Tahap
persiapan meliputi kegiatan estimasi produksi tebu, pembuatan program tebang,
penentuan kemasakan tebu, rekrutmen kontraktor dan tenaga tebang, persiapan
peralatan tebang dan pengangkutan, serta persiapan sarana dan prasarana tebang.
Untuk menentukan periode kemasakan optimal tebu dan
sekaligus untuk memperkirakan waktu yang tepat penebangan tebu, dilaksanakan
analisis kemasakan tebu (Maturity Test). Analisis kemasakan tebu dilaksanakan
tiga kali dengan interval 2 minggu (satu ronde), pada saat tanaman menginjak
umur delapan bulan. Kegiatan tersebut dimulai dengan pengambilan tanaman contoh
yang diawali, batang contoh ditentukan minimal 15 meter dari tepi dan 30 baris
dari barisan pinggir. Tanaman contoh diberi tanda untuk mempermudah pengambilan
contoh berikutnya. Setiap kali analisis dibutuhkan 15 – 20 batang atau sebanyak
dua rumpun tebu, kemudian dilakukan penghitungan jumlah dan pengukuran tinggi
batang, serta penggilingan untuk memperoleh nira tebu. Selanjutnya dilakukan
pengukuran persen brix, pol dan purity dari setiap contoh. Data pol yang
diperoleh dipetakan pada peta kemasakan tebu yang akan digunakan sebagai
informasi untuk lokasi tebu yang sudah layak panen.
Prioritas penebangan dilakukan dengan memperhatikan
faktor lain selain kemasakan, yaitu jarak kebun dari pabrik, kemudahan
transportasi, keamanan tebu, kesehatan tanaman, dan faktor tenaga kerja.
b.
Pelaksanaan Tebang
Digunakan dua metode penebangan yaitu tebu hijau (Green
Cane) dan tebu bakar (Burn Cane). Metode tebu hijau adalah menebang tebu dalam
kondisi tanpa ada perlakuan pendahuluan, sedangkan tebu bakar adalah dilakukan
pembakaran sebelum tebang untuk memudahkan penebangan dan mengurangi sampah
yang tidak perlu. Tebu di Jawa dilakukan tanpa bakar, sedangkan di luar Jawa
khususnya Lampung ± 90% dilakukan dengan bakar.
Tebang dilakukan dalam tiga sistem tebangan yaitu Bundled
Cane (tebu ikat), Loose Cane (tebu urai) dan Chopped Cane (tebu cacah).
Pelaksanaan di lapangan tebang masih dimominasi dengan manual, sebab dari segi
kualitas tetap lebih baik dibandingkan dengan mesin tebang.
§ Bundled Cane (Tebu
Ikat)
Tebangan ini dilaksanakan secara manual, baik pada saat
penebangan maupun pemuatan tebu ke dalam truk. Pemuatan/pengangkutan tebu dari
areal ke pabrik dilkasanakan mulai jam 5.00 – 22.00 WIB dengan menggunakan truk
(los bak maupun ada baknya). Truk yang digunakan terdiri atas truk kecil dengan
kapasitas angkut 6 – 8 ton dan truk besar dengan kapasitas angkut 10 – 12 ton. Saat pemuatan tebu ke dalam
truk dalam kondisi lahan tidak basah, truk masuk ke areal dan lintasan truk
tidak memotong barisan tebu. Perjalanan truk dari areal ke pabrik sesuai dengan
rute yang telah ditetapkan dengan kecepatan maksimun 40 km/jam.
Pembongkaran muatan dilaksanakan di Cane Yard (tempat
penampungan tebu sebelum giling) setelah penimbangan, dengan menggunakan patok
beton (Cane Stacker) atau langsung ke meja tebu (Direct Feeding).
§ Loose Cane (Tebu
Urai)
Tebangan loose cane merupakan sistem tebangan semi
mekanik. Penebangan tebu dilaksanakan secara manual sedangkan pemuatan tebu ke
Trailer atau truk menggunakan Grab Loader. Pembongkaran tebu dilaksanakan di
tempat penampungan tebu (Cane Yard) langsung ke meja tebu (Feeding Table).
Penebangan loose cane menggunakan sistem 12 : 1, artinya
setiap 12 baris ditebang dan ditumpuk menjadi satu tumpukan, dilaksanakan oleh
dua orang. Tumpukan tebu diletakkan pada barisan ke 6 – 7, sedangkan sampah
pada barisan ke 1 dan 12. Penebangan harus rata dengan tanah dan sampah yang
terbawa ke pabrik tidak boleh lebih dari 6%.
§ Chopped Cane (Tebu
Cacah)
Sistem penebangan tebu cacah dilaksanakan dengan
menggunakan alat Bantu berupa mesin Cane Harvester. Penebangan sistem ini
digunakan sebagai peyangga atau pembantu untuk memenuhi guota pengiriman tebu.
Untuk pengoperasian Cane Harvester secara optimal
diperlukan kondisi areal yang relatif rata, kondisi tebu tidak banyak yang
roboh, kondisi areal bersih dari sisa – sisa kayu/tunggul, tidak banyak gulma
merambat, petak tebang dalam kondisi utuh sekitar 10 ha dan kondisi tanah tidak
basah.
Pelaksanaan Tebang Muat Angkut harus direncanakan secara
matang dengan dibuat Daftar Nominasi Tebang per kebun, karena tebu adalah
tanaman semusim yang nilai produksinya sangat ditentukan oleh suatu batasan
waktu.
Dasar
Pertimbangan Tebang Muat Angkut adalah :
§ Nilai Kemasakan Tebu, dengan adanya Analisa
Pendahuluan untuk mengetahui Faktor Kemasakan, Kosien Peningkatan dan Kosien
Daya Tahan.
§ Rencana Kapasitas Giling Pabrik
§ Faktor-faktor lain, seperti Keadaan Visual
Tanaman, Situasi Kebun Sulit, Serangan Hama dan Penyakit, Tebu Terbakar dan
Faktor Keamanan Kebun.
Cara Panen :
a) Mencangkul tanah di sekitar rumpun tebu
sedalam 20 cm.
b) Pangkal tebu dipotong dengan arit jika
tanaman akan ditumbuhkan kembali. Batang dipotong dengan menyisakan 3 buku dari
pangkal batang.
c) Mencabut batang tebu sampai ke akarnya jika
kebun akan dibongkar.
d) Pucuk dibuang.
e) Batang tebu diikat menjadi satu (30-50
batang/ikatan) untuk dibawa ke pabrik untuk segera digiling Panen dilakukan
satu kali di akhir musim tanam.
Perkiraan Produksi
Hasil Tebu Rakyat Intensifikasi I di tanah sawah adalah 120 ton/ha dengan
rendemen gula 10% sedangkan hasil TRI II di tanah sawah adalah 100 ton dengan
rendemen 9%. Di tanah tegalan produksi tebu lebih rendah lagi yaitu pada TRI I
tegalan adalah 90 ton/ha dan pada TRI II tegalan sebesar 80 ton/ha. Dengan
dasar tersebut maka perkiraan hasil produksi tanaman tebu ditetapkan sebesar ±
100 ton/ha. Dengan umur panen diperkirakan selama ± 12 bulan (1 tahun) maka
rencana produksi tebu secara rinci dapat dilihat dalam Tabel IV.5 berikut:
Tabel
IV-3. Rencana Produksi Tebu
No
|
Tahun
|
Tahun
Tanam
|
Luas
Panen
|
Volume
(ton/th)
|
1
|
2011
|
-
|
-
|
|
2
|
2012
|
2011
|
2.200
|
220.000
|
3
|
2013
|
2012
|
4.700
|
470.000
|
4
|
2014
|
2013
|
7.400
|
740.000
|
5
|
2015
|
2014
|
7.400
|
740.000
|
6
|
2016
|
2015
|
7.400
|
740.000
|
7
|
2017
|
2016
|
7.400
|
740.000
|
8
|
2018
|
2017
|
7.400
|
740.000
|
9
|
2019
|
2018
|
7.400
|
740.000
|
10
|
2020
|
2019
|
7.400
|
740.000
|
7.
Pascapanen
a.
Pengumpulan
hasil panen dilakukan dengan cara diikat untuk dibawa ke pengolahan.
b. Penyortiran dan penggolongan syarat batang tebu siap
giling supaya rendeman baik :
§
Tidak
mengandung pucuk tebu
§
Bersih
dari daduk-daduk (pelepah daun yang mengering)
§
Berumur
maksimum 36 jam setelah tebang.
Kemudian hasil panen tersebut diangkut dengan menggunakan
truk yang ada baknya (truk box), hal tersebut berkaitan dengan hasil tebangan
Cane Harvester berbentuk potongan dengan panjang 20 – 30 cm. Pada saat
pembongkaran muatan, tebu dengan tebangan Chopped Cane harus diprioritaskan,
tebu langsung ditampung di meja tebu (feeding table).
Download PDF
Klik disini atau Disini
0 komentar:
Post a Comment